Termasuk kelas bebek 2 tak 130 cc tune up, yang sengaja dibuka untuk mengakomodir maestro 2 tak tanah air yang sempat tersohor di era underbone tahun 2005. Praktis, kelas ini pula terkesan sebagai reinkarnasi masa kejayaan kelas bebek 2 tak yang diklaim paling bergengsi.
Disebut demikian, mengingat basis kuda besi yang berlaga rata-rata versi CBU dan exclusive, seperti Nova Dash, Stinger T, Tena, Touch dan 125 Z. Dan paling diakui sebagai jawara sirkuit permanen dan pasar senggol, atas kelebihan tekhnologi yang disandang.
Tuner Nanang Setyabudi. Layak untuk menjadi supporting class di road race Jatim & sebagai
ajang evolusi tuner yang klimaks dengan bebek 2 tak 116 cc dan 120 cc.
Sipnya, di kelas bergengsi ini Jatim diwakili Mahkota explorer KSP Sentosa Makmur Gubug Ceria Sumbersawit, Kediri milik Fendoz dengan back up tuner potensial Nanang Setyabudi maestro 2 tak generasi ke tiga, yang hingga saat ini tercatat bebek 2 tak hasil garapannya belum tertandingi. Termasuk Yamaha 125Z, yang dipakai laga di even Indoclub kelas bebek 2 tak 130 cc tune up.
Pengapian. Disempurnakan CDI YZ 125 berkode 5V dengan tipikal kurva smooth.
Pertimbangan performa mesin dan speed yang smooth, praktis dari sisi rider butuh skill dua sampai tiga level lebih tinggi. Satu hal lagi, spesial kuda besi CBU ini butuh rider yang lebih peka. Efek kurva pengapian dari CDI YZ 125 berkode 5V, yang terbilang smooth. Sehingga proses perbandingan cara mengumpan RPM dan speed mesti selaras.
“Bahkan perbandingan gigi rasio yang produktif menghela power band, juga mesti peka kapan saatnya nahan dan memindahnya, ”urai tuner yang memiliki workshop di Bodor, Nganjuk itu.
Mesin. Diracik jeli, imbangi tekhnologi bawaan pabrik & fokus mencari performa mesin yang efektif.
Ada persamaan tipikal speed, yang mesti jeli dibedakan. Pertama tipikal agresif tapi cenderung over power dan mulur tapi tak sampai menguras power. “Jadi, celah mempolakan gasingan mesin yang produktif ada di point ini, ”sebut Nanang yang mencangkok perbandingan gigi rasio 1(30-15), 2(31-21), 3(25-20), 4(24-22), 5(23-23) dan 6(25-27).
Nah, loh dari perbandingan gigi rasio ini pula yang memang tipikalnya menjebak, butuh diumpan dengan RPM presisi. Sebelum estafet ke perbandingan gigi rasio lebih rendah, wajib ada tambahan bekal 1500 RPM – 2500 RPM. Efek itu pula, tinggi exhaust diplot di 26 mm dan lebar 41 mm, sesuai hasil test case duo rider Sakti Andre dan Rengga Ade di sirkuit Bantaran, Madiun.
Knalpot. Didesain melayani tipikal korekan dan desain sirkuit.
“Tapi, ketika kajian dan formula cara membawa 125Z sudah dapat chemistrynya, serasa RPM mesin bergasing lebih rendah, dibanding speed yang dicapai, ”terang Nanang yang kali ini pasang perbandingan kompresi 12,5 : 1 versi perhitungan buret. Pada combustion chamber ini, juga mengalami rombakan dengan penambahan lebar squish 6 mm dan bersudut 15 derajat.
Konsekuensinya, suplai gas segar dari PWK 28 mm yang dikawal membran V-Force IV RX-Z, ke silinder mesti dibuat extra pekat. Pada bagian ini, Nanang merealisasinya dengan menaikan tinggi lubang transfer di 41 mm, berikut merubah kontur menyerong ke atas. Dan dilayani piston ART berdiameter 54 mm.
Tapi, sayangnya even yang mengakomodir kelas ini sementara waktu di even Indoclub dan open road race di provinsi sebelah. Coba, Jatim punya kelas ini, optimis kompetisi 2 tak kembali lebih bombastis, sekaligus menghidupkan tuner-tuner 2 tak kawak yang telah lama gantung kunci dan beralih ke bengkel harian.
Tenang, coba saya sampaikan ke pak Bambang ya, mungkin akan ada pembicaraan lebih lanjut untuk memutuskan dibukanya atau tidak. pid